Akselerasi Vs K-13
Tahun ajaran 2015/2016 Kemendikbud telah mengeluarkan keputusan
bahwa kelas akselerasi atau kelas percepatan akan dihapuskan. Hal tersebut
senada dengan pernyataan Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Achmad Jazidie bahwa meskipun kelas
percepatan dihapus, siswa cerdas istimewa tetap bisa menempuh pendidikan selama
2 tahun dengan program Sistem Kredit Semester (SKS). Tentunya keputusan ini menuai polemik
dikalangan institusi pendidikan, terutama pendidikan menengah atas yang htelah
dilarang untuk membuka kelas akselerasi pada tahun ajaran mendatang, karena
tidak dapat kita pungkiri bahwa kelas akselerasi merupakan kelas impian bagi
setiap institusi pendidikan.
Terdapat beberapa alsan mengapa kelas akselerasi harus dihapus atau
ditiadakan pada tahun ajaran 2015/2016, diantaranya adalah ketika siswa cerdas
istimewa berbaur dengan teman-teman kelas reguler maka diharapkan mereka mampu
menularkan semangat dan memberikan manfaat kepada peserta didik lainnya karena
tidak berda di kelas eklusif atau terpisah. Alasan yang kedua yaitu meskipun
tidak lagi berada dalam kelas eksklusif atau kelas akselerasi, siswa cerdas
istimewa tetap memungkinkan untuk mempeecepat proses studi karena saat ini
pemerintah telah menerapkan kurikulum 2013 yaitu menggunakan Sistem kredit
semester (SKS) seperti yang telah dilakukan di perguruan tinggi.
Kelas akselerasi memang menuai pro dan kontra sejak lama. Sebagaimana
diketahui bahwasanya kelas akselerasi bertujuan untuk mamfasilitasi anak-anak
dengan kebutuhan khusus yang memiliki intelegensi yang tinggi dalam kelas
khusus, bimbingan khusus, teknik pengajaran yang khusus, serta dengan
patokan-patokan khusus agar anak berbakat tersebut mampu dipacu secara
maksimal.
Disamping memberikan manfaat ternyata kelas akselerasi juga menuai
banyak kritik dan kontra dari berbagai pihak. Pasalnya, kelas akselerasi
dinilai mendeskritkan anak-anak yang kurang mampu secara akademik, bahkan
prestasi anak akselerasi cenderung menurun ketika berada di bangku perkuliaan. Hal
tersebut dinilai karena telah menjamurnya kelas akselerasi yang hampir ada di
setiap sekolah yang tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai.
Dengan diterapkannya sistem SKS dalam kurikulum 2013, saya rasa
anak-anak superior tidak perlu lagi untuk terobsesi masuk dalam kelas
akselerasi, karena bakat dan juga kemampuan itu tidak hanya diasah dalam kelas
akselerasi saja, akan tetapi meskipun dikelas reguler apabila siswa mempunyai
semangat dan kemauan belajar yang tinggi, tetap akan mampu menyelesaikan
pendidikan menengah dengan lebih cepat. Wacana ini juga sebaiknya dikaji lebih
mendalam oleh kemendikbud terutama dalam sisi psikologis siswa berbakat, yang
apabila keberbakatannya tidak tersalurkan, maka akan memberikan dampak
psikologis yang bergitu serius yang nantinya akan mengganggu proses belajar
siswa. Waktu tidak akan berpengaruh
terhadap hasil dan kualitas, yang terpenting adalah proses. Teruslah berproses,
karena proses tidak mengenal kata akhir.
Referensi: